Babad Prambanan

Babad Prambanan

Babad Prambanan 875 1241 Bidang Perpustakaan

Babad Prambanan – Unduh Buku Klik Di Sini

Cerita Babad Prambanan ini mulai disalin pada
jam tujuh malam, bari Kamis Kliwon tanggal 29
Ruwah, wuku Madhang- kungan, tahun Wawu
1877 (resi misik slireng siwi) atau tanggal 4 Maret
1927 Masehi. Pada awalnya diceritakan Prabu Jayabaya
beserta keturunannya yang berpindah dari Daha ke Pengging.
Prabu Jayabaya berputra Jayamijaya, Jayamijaya berputra Jaya-
susena, Jayasusena berputra Kusumawicitra. Sejak Prabu Kusuma-
wicitra iniiah kerajaan berpindah dari Daha ke Pengging. Prabu
Kusumawicitra berputra Sri Citrasoma, Citrasoma berputra Panca-
driya. Kemudian Pancadriya berputra empat orang, yaitu Dewa-
madya, Anglingdriya, Raden Dipanata, dan Raden Darmanata.
Sepeninggal Prabu Pancadriya, kekuasaan Pengging dipegang
oleh Anglingdriya. Ia beristri dua orang, yaitu Dewi Sumemi
dan Dewi Sinta. Untuk kelengkapan kerajaan diangkatlah Tambak-
baya sebagai patihnya. Adik Anglingdriya, Dipanata, diangkat
sebagai raja di negeri Salembi. Anglingdriya dinobatkan sebagai
raja tahun 764 (Dadi obah wicareku).
Perkawinan Anglingdriya dengan isteri pertama menurunkan
seorang anak putri yang berwajah cantik. Kecantikan putrì ini
sempat menarik perhatian lelaki sehingga banyak yang datang
untuk melamarnya. Tetapi semua lamaran itu belum ada satu
pun yang diterima oleh sang putri. Ia mohon kepada ayahnya
agar diundangkan sayembara, siapa saja yang dapat menebak
sayembaranya akan diterima sebagai suami oleh sang putri.
Sayembara itu terdiri dari tiga buah teka-teki (cangkriman)
yaitu pertama, manakah ujung pangkal sebuah tongkat yang terbuat
dari teras pohon asam; kedua, manakah burung emprit jantan
dan betina di antara dua ekor burung emprit yang tampaknya
sama; ketiga, sumur bertimba batu dan timba emas yang bertali angin.